Pages

Subscribe:

Labels

Sabtu, 21 April 2012

Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)

          Pengertian Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)

Istilah manajemen berbasis sekolah merupakan terjemahan dari “school based management”. Istilah ini pertama kali muncul di Amerika Serikat ketika masyarakat mulai mempertanyakan relevansi pendidikan dengan tuntutan dan perkembangan masyarakat setempat. Manajemen berbasis sekolah itu sendiri adalah suatu model pengelolaan sekolah yang memberikan kewenangan dan otonomi lebih luas kepada kepala sekolah bersama guru, orang tua dan masyarakat untuk meningkatkan mutu pendidikan dengan menerapkan pembelajaran yang kreatif, aktif, menyenangkan dan memperoleh dukungan partisipasi masyarakat secara optimal.
MBS merupakan paradigma baru pendidikan, yang memberikan otonomi luas pada tingkat sekolah dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional. Otonomi deberikan agar sekolah leluasa mengelola sumber daya dan sumber dana dengan mngalokasikannya sesuai dengan prioritas kebutuhan, serta lebih tanggap terhadap kebutuhan setempat. Pada sistem MBS, sekolah dituntut secara mandiri menggali, mengalokasikan, menentukan prioritas, mengendalikan, dan mempertanggungjawabkan pemberdayaan sumber-sumber, baik kepada masyarakat maupun kepada pemerintah.
Kewenangan yang bertumpu pada sekolah merupakan inti dari MBS yang dipandang memiliki tingkat efektivitas tinggi serta memberikan beberapa keuntungan berikut:
1.    Kebijaksaan dan kewenangan sekolah membawa pengaruh langsung kepada peserta didik, orang tua dan guru.
2.    Bertujuan bagaimana memanfaatkan sumber daya lokal.
3.    Efektif dalam melakukan pembinaan peserta didik seperti kehadiran, hasil belajar, tingkat pengulangan, tingkat putus sekolah, moral guru dan iklim sekolah.
4.    Adanya perhatian bersama untuk mengambil keputusan, memberdayakan guru, manajemen sekolah, rancang ulang sekolah, dan perubahan perencaan (Fattah, 2000).
MBS, yang ditandai dengan otonomi sekolah dan pelibatan masyarakat merupakan respons pemerintah terhadap gejala-gejala yang muncul di masyarakat, bertujuan untuk meningkatkan efisiensi, mutu, dan pemerataan pendidikan. Peningkatan efisiensi antara lain diperoleh melalui keleluasaan mengelola sumber daya partisipasi masyarakat dan penyederhanaan birokrasi. Sementara peningkatan mutu dapat diperoleh antara lain melalui partisipasi orang tua terhadap sekolah, fleksibilitas pengelolaan sekolah dan kelas, peningkatan profesionalisme guru dan kepala sekolah. Peningkatan pemerataan antara lain diperoleh melalui peningkatan partisipasi masyarakat yang memungkinkan pemerintah lebih berkonsentrasi pada kelompok tertentu. Hal ini dimungkinkan karena pada sebagian masyarakat tumbuh rasa kepemilikan yang tinggi terhadap sekolah.
Dalam pelaksanaanya di Indonesia, perlu ditekankan bahwa kita tidak harus meniru secara persis model-model MBS dari negara lain. Sebaliknya Indonesia akan belajar banyak dari pengalaman-pengalaman pelaksaan MBS di negara lain, kemudian memodifikasi, merumuskan, dan menyusun model dengan mempertimbangkan berbagai kondisi setempat seperti sejarah, geografi, struktur masyarakat, dan pengalaman-pengalaman pribadi di bidang pengelolaan pendidikan yang telah dan sedang berlangsung selama ini.

Implikasi Manajemen Berbasis Sekolah Terhadap Pembelajaran

Dalam implikasinya, MBS menuntut dukungan tenaga kerja yang terampil dan berkualitas agar dapat membangkitkan motivasi kerja yang lebih produktif dan memberdayakan otoritas daerah setempat.
MBS lebih menekankan ke arah pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan. Melalui MBS diharapkan siswa akan merasakan adanya iklim belajar yang demokratis. Siswa diberi kesempatan untuk berpendapat dan berbeda pandangan, tidak harus selalu menerima apa yang diberikan oleh guru tanpa adanya kritisi terlebih dahulu. Kegiatan belajar mengajar tidak hanya dilakukan di dalam ruangan kelas, tetapi bisa juga dilakukan di luar ruangan kelas. Guru harus bisa menciptakan lingkungan yang mendorong siswa untuk lebih kreatif, karena dalam memecahkan masalah anak akan dihadapkan pada persoalan-persoalan yang menuntut anak untuk mandiri dalam memecahkan masalah tersebut. Belajar kreatif tidak hanya menyangkut perkembangan kognitif saja, melainkan juga menyangkut perkembangan perkembangan afektif dan psikomotor. Tugas guru hanya sebagai fasilitator untuk membantu anak memaksimalkan kemampuan yang dimiliki, dan menuntun anak agar anak kreatif. Karenanya, dalam pembelajarannya harus menciptakan suasana yang mendukung partisipasi penuh dari siswa, sehingga siswa memperoleh pengalaman dan melakukan eksperimen yang mampu menemukan konsep-konsep yang dipelajari.
Implementasi MBS mengharuskan pemberian keleluasaan yang penuh pada guru untuk dapat menciptakan suasana pembelajaran yang menimbulkan rasa ingin tahu bagi anak, dan anak betah tinggal di sekolah. Kondisi saat anak berteriak kegirangan ketika jam istirahat atau jam pulang sekolah merupakan indikasi bahwa pembelajaran di sekolah belum dirancang dalam suasana yang menyenangkan. Pembelajaran yang menyenangkan akan merangsang anak untuk berpikir kritis, analisis dan mendorong orang tua serta masyarakat untuk lebih jauh memikirkan pendidikan bagi anak-anaknya. Pembelajaran yang menyenangkan juga memungkinkan anak jauh dari hukuman, sebab hukuman hanya akan membuat anak malu dan merasa dendam. MBS dengan pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan akan membantu anak memahami diri pribadinya. Dimana ia duduk, dia memahami perbedaan diantara persamaan dan persamaan diantara perbedaan.


Daftar Pustaka :
Mulyasa, E. 2002. Manajemen Berbasis Sekolah. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

0 komentar:

Posting Komentar